Abadinews.net/ ketentuan dalam UU Nomor 42 Tahun 1999 khususnya Pasal 15, terdapat perbedaan penafsiran terkait dengan proses eksekusi atau penarikan jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila kreditnya bermasalah. Sebagian menafsirkan bahwa proses penarikan kendaraan bermotor harus lewat pengadilan, namun sebagian menganggap bahwa berdasarkan wewenang yang diberikan oleh UU maka dapat melakukan penarikan sendiri atau sepihak, dan hal inilah yang kemudian dimanfaatkan PT Mitra Panca Nusantara (PT MPN) dengan melakukan penarikan paksa kendaraan bermotor oleh debt collector.
Senada dengan yang diucapkan Seno (35) yang mengaku paham akan kegiatan yang dilakukan PT MPN yang berada Jalan Demokrat (Simpang Kerang), Kelurahan Sumber jaya, Kecamatan Siantar Martoba, Kota Pematangsiantar. “Ini bukan menjadi rahasia umum lagi kalau kendaraan hasil penarikan paksa dijual sepihak oleh Perusahaan pihak ketiga seperti PT MPN tanpa sepengetahuan leasing. Karena leasing sudah menganggap hilang kendaraan tersebut” ungkap Seno, Selasa (20/6/2023). Masyarakat harus mengetahui bahwa, proses eksekusi atau penarikan kendaraan oleh debt collector harus dilengkapi dengan: Adanya sertifikat fidusia Surat kuasa atau surat tugas penarikan Kartu sertifikat profesi Kartu Identitas Jika terjadi penarikan kendaraan tanpa menunjukkan 4 syarat tersebut, masyarakat dapat melaporkan kepada pihak Kepolisian .
tindakan pengambilan secara paksa kendaraan debitur dapat dijerat dengan Pasal 362 dan/atau Pasal 365 Kitab Hukum Acara Pidana (KUHP). “Debt collector tidak memiliki landasan hukum dan kewenangan untuk menarik kendaraan debitur secara paksa,”
mengingatkan, perusahaan leasing alias pemberi kredit atau kuasanya yakni debt collector tidak dapat mengeksekusi objek jaminan fidusia atau agunan seperti kendaraan maupun rumah secara sepihak. Hal itu dituangkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020. Karena itu, penegak hukum tak perlu pikir panjang menindak para debt collector yang beraksi di tengah jalan mengambil paksa kendaraan debitur secara sepihak.
Putusan MK 18/PUU-XVII/2019 bersifat final dan mengikat. Dengan begitu, setiap perusahaan leasing atau kuasanya tak boleh bertindak melakukan aksi pengambilan paksa bagi debitur yang mengalami keterlambatan pembayaran ciicilan. Dalam putusan MK No.18/PUU-XVII/2019 diatur soal mekanisme eksekusi penarikan barang kreditur yang menjadi objek jaminan fidusia.
Melalui Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019, MK memutuskan sertifikat jaminan fidusia tidak serta merta (otomatis) memiliki kekuatan eksekutorial. Selain itu, cidera janji dalam eksekusi perjanjian fidusia harus didasarkan pada kesepakatan kedua pihak antara debitur dan kreditur atau atas dasar upaya hukum (gugatan ke pengadilan) yang menentukan telah terjadinya cidera janji. Terpisah ketika awak media mencoba konfirmasi ke Ibu Yani selaku Penanggung jawab perusahaan , enggan membalas konfirmasi awak media. Padahal terliat Whatshaap telah centang biru (Red)